LAPORAN
PRAKTIKUM
SHAMPO
MOBIL ATAU MOTOR
OLEH
KELOMPOK VI
KELAS
A
Jhon Alperdo H.S. (
1207136350 )
Lukman Arifin (
1207121229 )
Rahmawati (
1207121230 )
Zubaidah (
1207112157 )
JURUSAN
TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2013
LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK
Laporan ini telah
diperiksa dan dinilai oleh dosen
pembimbing
Praktikum Kimia Organik
Disusun
oleh:
Jhon Alperdo H.S. (
1207136350 )
Lukman Arifin (
1207121229 )
Rahmawati (
1207121230 )
Zubaidah (
1207112157 )
Pekanbaru, 8 Maret 2013
Menyetujui
Asisten Dosen Pembimbing
Randi
Farlindo Drs. Irdoni, HS. MS
NIM : 0907135984
NIP : 195704151986091001
ABSTRAK
Shampo motor atau mobil adalah
suatu detergen yang sebagian besar bahannya terdiri dari surfaktan, yaitu suatu
molekul senyawa yang memiliki gugus hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga
dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak,
sehingga dapat mengangkat kotoran yang
menempel pada bodi kendaraan. Seiring
dengan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor, maka jumlah permintaan shampo
untuk kendaraan bermotor juga meningkat. Oleh
karena itu, pada praktikum kali
ini praktikan akan membuat shampo motor
dengan menggunakan surfaktan LABSNa 54 gr, SLS sebagai pemberi busa 15 gr dan
NaOH 35%, serta pewarna dan parfum sebagai bahan aditif. Densitas shampo yang diperoleh adalah sebesar
0,5645 gr/ml, sedangkan kit 0,5661 gr/ml. Pada uji aplikasi, shampo dapat
melewati batas air dan minyak selama 19,54 detik, sedangkan kit selama 25,4
detik. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa shampo hasil
percobaan dapat
mengikat lemak lebih cepat dibandingkan dengan kit. Hal ini dibuktikan dari waktu yang diperlukan shampo yang lebih cepat untuk mengikat dan melarutkan minyak dalam
air
daripada kit. Viskositas
shampo yang diperoleh adalah sebesar 10,6 sekon/ml, sedangkan kit 9,5 sekon/ml.
Viskositas suatu zat dipengaruhi oleh berat molekul zat tersebut. Semakin berat
molekul suatu zat, maka ikatan antar molekulnya juga semakin rapat dan kuat.
Sehingga viskositas pada umumnya nilainya
berbanding terbalik dengan densitas.
Kata
kunci : densitas, detergen, shampo, surfaktan, viskositas
ABSTRACT
Motorcycle or
car shampoo is a detergent that most of the material is composed of surfactant,
a molecules are compounds that have hydrophilic and lipophilic moieties groups
so that they can unify a mixture of water and oil, so it can pick up the dirt
that clings to the body of the vehicle. Along
with the growth in the number of motor vehicles, then the amount of shampoo for
motor vehicle demand has also increased. Therefore,
in practical work, this time the praktikan will make shampoos motor by using
surfactant LABSNa 54 gr, SLS as the giver of the foam 15 gr and NaOH 35%, as
well as coloring and perfume additives as ingredients. The density is obtained
by shampoo 0,5645 gr/ml, while the kit 0,5661 gr/ml. In the test application, shampoo can pass
through the water and oil during the second, whereas 19,54 kit for 25,4
seconds. From these data it can be concluded that shampoos can bind fats
experiment results faster compared to the kit. This is evidenced from the time
it takes the shampoo more quickly to bind and dissolve oil in water from the kit.
The viscosity of shampoo which is obtained is amounting to 10,6 sekon/ml, while
kit 9,5 sekon/ml. The viscosity of a substance are influenced by the molecular
weight of the substance. The molecular weight of a substance, then the bonds
between molecule is also increasingly meeting and strong. So the viscosity
value is generally inversely proportional to the density.
Key words: density, detergent, shampoo,
surfactan, viscosity
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Pada saat ini perkembangan mobil dan
motor berkembang dengan sangat pesat dan bahkan hampir semua masyarakat
memilikinya. Dengan meningkatnya perkembangan mobil dan motor ini menyebabkan
munculnya kebutuhan baru yaitu sebuah produk yang dapat di gunakan untuk
merawat/membersihkan mobil dan motor secara efektif dan efisien. Karena
bagaimanapun juga mobil/motor tersebut perlu di bersihkan dari kotoran-kotoran
yang melekat agar tampilan mobil/motor tetap terlihat bagus. Dan tentunya bahan
yang digunakan untuk mencucipun tidak boleh sembarangan karena harus dapat
melindungi cat motor/mobil agar tidak cepat rusak. Dan kebanyakan digunakan
shampo mobil untuk pencucian (Amin, 2011).
Dewasa
ini shampo yang menggunakan bahan alam sudah banyak ditinggalkan masyarakat dan
diganti dengan shampo yang terbuat dari bahan deterjen. Sehingga saat ini jika
orang berbicara mengenai shampo yang dimaksud adalah shampo yang terbuat dari
bahan deterjen (Anonim, 2009).
Shampo
yang terbuat dari bahan deterjen lebih banyak digunakan karena memiliki
efektifitas pencucian yang lebih bagus. Hal ini dikarenakan kandungan surfaktan
dalam deterjen memiliki kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan serta
mampu mengikat dan membersihkan kotoran. Surfaktan itu sendiri merupakan suatu
senyawa aktif penurun tegangan permukaan yang dapat diproduksi melalui sintesis
kimiawi maupun biokimiawi. Karakteristik utama surfaktan adalah memiliki gugus
polar dan non polar pada molekul yang sama (Anonim, 2009).
1.2. Tujuan
Pratikum
a)
Mempelajari cara pembuatan shampo motor atau mobil
b)
Menentukan karakteristik shampo motor atau mobil dan bagaimana kinerjanya
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Shampo Motor atau Mobil
Shampo
motor atau mobil adalah suatu detergen yang sekarang sudah banyak dikonsumsi
oleh masyarakat. Bahan yang penting dalam pembuatan shampo ini adalah
surfaktan, yaitu LABS (Linier Alkyl
Benzene Sulfonat) atau kadang disebut juga Linier Alkyl Benzene (LAS) dan surfaktan penunjang yaitu SLS (Sodium Lauryl Sulfonat). Surfaktan (Surface Active Agents), zat
yang dapat mengaktifkan permukaan, karena cenderung untuk terkonsentrasi pada
permukaan atau antar muka. Surfaktan mempunyai orientasi yang jelas sehingga
cenderung pada rantai lurus. Sabun merupakan salah satu contoh dari surfaktan.
Molekul surfaktan mempunyai dua ujung yang terpisah, yaitu ujung polar (hidrofilik) dan ujung non polar (hidrofobik) . Surfaktan dapat
digolongkan menjadi dua golongan besar, yaitu surfaktan yang larut dalam minyak
dan surfaktan yang larut dalam air teknologi pembuatan shampo motor atau mobil
ini termasuk salah satu teknologi tepat guna dalam pembuatannya. Karena dalam
proses pembuatannya tidak memerlukan alat yang canggih dan proses yang rumit (Anonim, 2009).
2.2. Detergen
Produk yang disebut
deterjen ini merupakan pembersih sintetis yang terbuat dari bahan-bahan turunan
minyak bumi. Dibanding dengan produk terdahulu yaitu sabun, deterjen mempunyai
keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak
terpengaruh oleh kesadahan air. Deterjen adalah surfaktan anionik dengan gugus
alkil (umumnya C9 – C15) atau garam dari sulfonat
atau sulfat berantai panjang dari Natrium (RSO3- Na+
dan ROSO3-Na+) yang berasal dari derivat
minyak nabati atau minyak bumi (fraksi parafin dan olefin).
Pada umumnya, deterjen mengandung bahan-bahan
berikut:
1. Surfaktan (surface
active agen)
Zat aktif permukaan yang mempunyai ujung berbeda
yaitu hydrophile (suka air) dan hydrophobe (suka lemak). Bahan
aktif ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan
kotoran yang menempel pada permukaan bahan. Surfaktant ini baik berupa anionic
(Alkyl Benzene Sulfonate/ABS, Linier Alkyl Benzene Sulfonate/LAS, Alpha Olein
Sulfonate/AOS), Kationik (Garam Ammonium), Non ionik (Nonyl phenol
polyethoxyle), Amfoterik (Acyl Ethylenediamines)
2. Builder (Pembentuk)
Zat yangberfungsi meningkatkan efisiensi pencuci
dari surfaktan dengan cara menon-aktifkan mineral penyebab kesadahan air. Baik
berupa Phosphates (Sodium Tri Poly Phosphate/STPP), Asetat (Nitril
Tri Acetate/NTA, Ethylene Diamine Tetra Acetate/EDTA), Silikat (Zeolit)
dan Sitrat (asam sitrat).
3. Filler (Pengisi)
Bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai
kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas atau dapat
memadatkan dan memantapkan sehingga dapat menurunkan harga. Contoh : Sodium
sulfate
4. Additives (Zat Tambahan)
Bahan suplemen/ tambahan untuk membuat produk
lebih menarik, misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna dan sebagainya yang
tidak berhubungan langsung dengan daya cuci deterjen. Additives
ditambahkan lebih untuk maksud komersialisasi produk. Contoh : Enzyme, Borax,
Sodium chloride, Carboxy Methyl Cellulose (CMC) dipakai agar kotoran
yang telah dibawa oleh deterjent ke dalam larutan tidak kembali ke bahan cucian
pada waktu mencuci (anti redeposisi). Wangi – wangian atau parfum dipakai agar
cucian berbau harum, sedangkan air sebagai bahan pengikat.
Awalnya deterjen dikenal sebagai pembersih
pakaian, namun kini meluas dalam bentuk produk-produk seperti:
1. Personal cleaning
product, sebagai produk pembersih diri seperti sampo, sabun cuci tangan,
dan lain-lain.
2. Laundry, sebagai pencuci
pakaian, merupakan produk deterjen yang paling populer di masyarakat.
3. Dishwashing product, sebagai pencuci
alat-alat rumah tangga baik untuk penggunaan manual maupun mesin pencuci
piring.
4. Household cleaner, sebagai pembersih
rumah seperti pembersih lantai, pembersih bahan-bahan porselen, plastik, metal,
gelas.
2.2.1. Klasifikasi Deterjen
a. Menurut kandungan
gugus aktif
Menurut kandungan gugus aktifnya maka deterjen diklasifikasikan
sebagai berikut:
- Deterjen jenis keras
Deterjen jenis keras sukar dirusak oleh
mikroorganisme meskipun bahan tersebut dibuang akibatnya zat tersebut masih
aktif. Jenis inilah yang menyebabkan pencemaran air.
Contoh: Alkil Benzena Sulfonat (ABS).
Proses pembuatan ABS ini adalah dengan mereaksikan
Alkil benzena dengan Belerang trioksida, asam Sulfat pekat atau Oleum. Reaksi
ini menghasilkan Alkil Benzena Sulfonat. Jika dipakai Dodekil benzena maka
persamaan reaksinya adalah
C6H5C12H25
+ SO3C6H4 menghasilkan C12H25SO3H
(Dodekil Benzena Sulfonat)
Reaksi selanjutnya adalah netralisasi dengan
NaOH sehingga dihasilkan Natrium Dodekil Benzena Sulfonat.
2.
Deterjen jenis lunak
Deterjen jenis lunak, bahan penurun tegangan
permukaannya mudah dirusak oleh mikroorganisme, sehingga tidak aktif lagi
setelah dipakai .
Contoh: Lauril Sulfat atau Lauril Alkil Sulfonat. (LAS).
Proses pembuatan (LAS) adalah dengan mereaksikan
Lauril Alkohol dengan asam Sulfat pekat menghasilkan asam Lauril Sulfat dengan
reaksi:
C12H25OH
+ H2SO4 menghasilkan C12H25OSO3H + H2O
Asam Lauril Sulfat yang terjadi dinetralisasikan
dengan larutan NaOH sehingga dihasilkan Natrium Lauril Sulfat.
b.Berdasarkan muatannya
dibedakan menjadi :
- Deterjen Anion
Deterjen bermuatan negatif yang berasal
dari gugus alkil sulfat seperti alkil benzen sulfonat.
2.
Deterjen Kation
Deterjen bermuatan positif yang berasal dari
gugus amonia. Umumnya digunakan untuk germisida pada rumah sakit, sampo, dan
pembilas baju.
3.
Deterjen Nonionik
Deterjen bermuatan netral, umumnya dipakai untuk
pencuci piring dan berbusa sedikit dibanding dengan deterjen ionik lainnya.
Mempunyai gugus polar yaitu gugus alkohol dan ester serta non polar yaitu
rantai hidrokarbon yang panjang.
2.3. Surfaktan
Komponen yang paling penting dari sistem
deterjen adalah surfaktan. Sistem bahan pembersih pertamapada sabun adalah
surfaktan. Terbentuk dari lemak nabati maupun hewani ditambah air dan alkali.
Hal ini merupakan salah satu alasan
mengapa tahun 1940-an,sabun mulai
diganti dengan sintetisdeterjen, yaitu, kombinasi sintetis surfaktan, sebagian
besar alkylbenzene sulfonat (ABS),
dan zat pembangun pentasodium
tripolifosfat (STPP). Faktor lingkungan menyebabkan penggantian ABS oleh alkylbenzene linier sulfonat (LAS), dan
penggantian STPP oleh zeolit, karena pembangunnya lebih kompleks (Bailey’s,
1996).
Surfaktan
merupakan suatu senyawa aktif penurun tegangan permukaan yang dapat diproduksi melalui sintesis
kimiawi maupun biokimiawi. Karakteristik utama surfaktan adalah memiliki gugus
polar dan non polar pada molekul yang sama.
Sifat aktif permukaan yang
dimiliki surfaktan diantaranya mampu menurunkan tegangan permukaan, tegangan
antarmuka dan meningkatkan kestabilan sistem emulsi. Tegangan permukaan adalah
gaya dalam dyne yang bekerja pada permukaan sepanjang 1 cm dan dinyatakan dalam
dyne/cm, atau energi yang diperlukan untuk memperbesar permukaan atau antarmuka
sebesar 1 cm2 dan dinyatakan dalam erg/cm2. Surface tension umumnya terjadi antara
gas dan cairan sedangkan Interface
tension umumnya terjadi antara cairan dan cairan lainnya atau kadang antara
padat dan zat lainnya (Anonim,
2009).
Hal ini membuat surfaktan banyak digunakan
dalam berbagai industri, seperti industri sabun, deterjen, produk kosmetika dan
produk perawatan diri, farmasi, pangan, cat dan pelapis, kertas, tekstil,
pertambangan dan industri perminyakan untuk Enhanced
Oil Recovery (EOR). Surfaktan ini dapat berupa anionic (Alkyl Benzene Sulfonate/ABS, Linier Alkyl Benzene
Sulfonate/LAS, Alpha Olein Sulfonate/AOS), Kationik (Garam Ammonium), Nonionic (Nonyl Phenol polyethoxyle),
Amphoterik (acyl ethylenediamines) (Elefani, 2008).
Jika
surfaktan dilarutkan dalam satu fase pada campuran minyak dan air, sebagian
surfaktan akan berkonsentrasi pada permukaan antara minyak-air, dan pada kesetimbangan energi
bebas (disebut tegangan antar muka atau
permukaan) akan lebih rendah dari tidak adanya surfaktan. Energi mekanik yang
diberikan ke dalam sistem (misalnya, dengan mencampur) berfungsi untuk membagi
satu fasa, akan meningkatkan jumlah total tegangan permukaan dan energi.
Semakin rendah jumlah energi bebas antarmuka per satuan luas, semakin besar
jumlah luas antar muka baru yang dapat dibuat dengan jumlah energi masuk yang
diberikan . Tahap yang terbagi lagi disebut fase terputus-putus, dan fase
lainnya adalah fase kontinyu (Bailey’s, 1996).
Surfaktan
memiliki lipofilik (suka lemak) dan hidrofilik (suka air). Bagian lipofilik dari surfaktan biasanya
merupakan rantai-panjang asam lemak yang diperoleh dari lemak atau minyak.
Bagian hidrofilik adalah nonionik
(misalnya gliserol); anionik (bermuatan negatif, misalnya laktat), atau
amfoter, baik membawa muatan positif dan negatif (misalnya, asam amino serin).
Surfaktan yang berasal dari petrokimia, didominasi oleh
LAS, sebagian besar telah menggantikan komposisi sabun. Namun demikian,
surfaktan berbasis oleokimia masih berperan penting dalam formulasi deterjen.
Sabun itu sendiri umumnya hadir sebagai komponen kecil untuk pengkontrol busa,
mengurangi transfer pewarna, dan bertindak sebagai kosurfaktan atau zat
pembangun. Selain LAS surfaktan dari petrokimia yang sering digunakan, adalah
alkohol etoksilat, ethoxysulfates alcohol,
dan sulfat alkohol primer, berasal dari alkohol rantai panjang yang dapat
bersumber dari petrochemically atau oleochemically. Surfaktan lain yang
telah digunakan di Jepang antara lain Metil Ester Sulfonat, alkyl polyglycosides, dan glucamides telah banyak digunakan.
Surfaktan tersebut digunakan pada dasarnya sebagai pengganti anionik untuk LAS (Bailey’s,
1996).
Surfaktan, termasuk sabun, memiliki
struktur bipolar, terdiri dari baik hidrofobik
(ekor) dan kelompok hidrofilik
(kepala). Sebagai hasil dari struktur bifunctional, surfaktan memiliki banyak
sifat fisik yang unik. Dalam larutan, surfaktan
berkonsentrasi sebagai monolayers di daerah antar muka antara dua fase
konstanta dielektrik yang berbeda atau polaritas. Contoh daerah antarmuka
adalah minyak dan air atau udara dan air. Bagian hidrofilik preferentially solubilizes dalam fase
polaritas kutub atau lebih tinggi, sedangkan hidrofobikbagian secara istimewa solubilizes dalam tahap polaritas
nonpolar lebih rendah. Kehadiran surfaktan pada antarmuka memberikan stabilitas
di antarmuka dengan menurunkan total energi pada permukaan (Bailey’s,
1996).
Dengan demikian, surfaktan memfasilitasi
stabilisasi bercampur, biasanya fase tidak bercampur, seperti minyak dalam air,
dengan menurunkan energi yang diperlukan untuk mempertahankan besar interfacial wilayah yang terkait dengan
pencampuran. Sebagai contoh, tanpa adanya surfaktan, suatu dalam campuran
minyak-air, biasa disebut sebagai suatu emulsi, cepat memisahkan ke dua lapisan
yang berbeda untuk meminimalkan area permukaan atau kontak antara dua fase.
Kemampuan surfaktan untuk menurunkan ini energi antarmuka antara minyak dan air
memungkinkan untuk pembentukan dan stabilisasi tetesan minyak yang lebih kecil
dan akan tersebar di seluruh air. Dalam hal ini, penurunan energi antarmuka
mengakibatkan peningkatan permukaan total luas pada sistem. Lain halnya dengan
surfaktan yang berkemampuan untuk membentuk agregat dalam larutan dan membentuk
komposit dengan berbagai struktur, seperti misel dan kristal cair, sebagai
fungsi dari konsentrasi dan suhu (Bailey’s,
1996).
Surfaktan
dapat dikelompokkan beberapa macam :
1.
Menurut komposisi ekor
(yang dapat berupa) :
Teretoksilasi
surfaktan: polietilen oksida
dimasukkan untuk meningkatkan karakter hidrofilik dari surfaktan.
-Propoxylated surfaktan: polypropylene oksida dimasukkan untuk meningkatkan sifat lipofilik dari surfaktan.
2.
Menurut Komposisi ekor
a.
Ionik
Anionik : berdasarkan anion
permanen ( sulfat , sulfonat , fosfat ) atau anion tergantung pH
( karboksilat ) :
ii.
Alkil eter sulfat: laureth natrium sulfat , juga
dikenal sebagai natrium lauril eter sulfat (SLES), myreth natrium sulfat.
iii.
Sulfonat: Docusates : natrium
dioktil sulfosuccinate,Sulfonat fluorosurfactants: perfluorooctanesulfonate (PFOS).
iv.
Alkil benzena sulfonat.
i.
pH-tergantung
primer, sekunder atau tersier amina : amina
primer menjadi bermuatan positif pada pH <10, amina sekunder menjadi
dibebankan pada pH <4. Contohnya Octenidine
dihidroklorida.
ii.
Permanen
dibebankan surfaktan kation. Contohnya Alkyltrimethylammonium garam: bromida setil
trimethylammonium (CTAB)
alias hexadecyl amonium bromida trimetil, klorida setil trimethylammonium (CTAC).
c. Zwitterionic ( amfoter ): berdasarkan primer,
sekunder atau tersier amina atau surfaktan kation
dengan:
i.
Sulfonat: Chaps (3 -
[(3-Cholamidopropyl) dimethylammonio]-1-propanesulfonate);Sultaines:hydroxysultaine
cocamidopropyl
d. Nonionik
2.3.1. Macam-macam Surfaktan
a. Linear
Alkyl Benzene Sulfonate (LABS)
Alkylbenzene merupakan bahan baku dasar
untuk membuat Linear Alkyl benzene sulfonate. Linear alkylbenzene
sulfonate disebut juga dengan nama acid slurry. Acid slurry merupakan
bahan baku kunci dalam pembuatan serbuk deterjen sintetik dan deterjen cair. Alkylbenzene
disulponasi menggunakan asam sulfat, oleum atau SO3(g). Linear
Alkylbenzene sulfonate diperoleh dengan variasi proses yang berbeda pada
bahan yang aktif, bebas asam, warna maupun viskositas. Bahan baku utama untuk
membuat acid slurry adalah dodecyl benzene, linear alkyl
benzene. Nama Kimia Acid Slurry D.D.B.S. adalah Dodecyl Benzene
Sulphonate dan L.A.B.S dan Linear Alkyl Benzene Sulphonate (NIIR
Board, 2004)
Alkylbenzene Sulfonates (ABS) merupakan bahan baku kunci pada
industri deterjen selama lebih dari 40 tahun dan berjumlah kira-kira 50 persen
volum total surfaktan anionik sintetik. Linear alkylbenzene Sulfonates (LAS)
digunakan secara luas menggantikan Branch alkylbenzene sulfonates (BAB)
dalam jumlah besar yang ada didunia karena LAS merupakan bahan deterjen yang
lebih biodegradabilitas dibandingkan BAB. Produk umumnya dipasarkan berupa asam
bebas (free acid) atau yang dinetralkan dengan basa kuat seperti sodium
hidroksida yang ditambahkan kedalam slurry, yang umumnya dalam bentuk
pasta. Sebagian besar pasta di produksi pada sprayed-dried menghasilkan
serbuk deterjen. Pasta bisa juga di proses dengan drum-dried menjadi
serbuk atau flake atau spray dried menjadi butir-butir halus yang
memiliki densitas rendah. Bentuk kering LAS digunakan terutama pada industri
dan produk kebersihan.
Agar berguna sebagai surfaktan, pertama Alkylbenzene
harus disulfonasi. Untuk proses sulfonasi biasanya digunakan Oleum dan SO3 . Sulfonasi dengan oleum
memerlukan biaya peralatan yang relatif tidak mahal dan bisa dijalankan dengan
proses batch atau continuous. Bagaimanapun ia juaga memiliki
kerugian dalam terminologi dibandingkan harga SO3, sulfonasi dengan oleum
memerlukan aliran pembuangan sisa asam dan ia juga memberikan masalah corossi potensial yang disebabkan oleh
asam sulfat. Proses oleum biasanya menghasilkan 90% ABS, 6 sampai 10% asam
sulfat, dan 0,5 sampai 1% minyak yang tidak mengalami proses sulfonasi (Kent and Riegels, 2007).
Tabel 2.1 Sifat
fisika LABS
Rumus molekul
|
C12H25C6H5
|
Berat molekul
|
246,435 Kg/kmol
|
Titik didih
|
327,61 OC
|
Titik leleh
|
2,78 OC
|
Densitas
|
855,065 Kg/m3
|
Wujud
|
Cair
|
Energi panas pembentukan
|
1787,0 KJ/mol
|
Kapasitas panas
|
750,6 Kkal/kmol OC
|
Viskositas
|
750,6 Kkal/kmol OC
|
Sumber : tkk_handout_deterjen
b. Sodium
Lauril Sulfat (SLS)
Natrium lauril sulfat
(SLS), atau sodium deodecil sulfat (NaDS atau C12H25SO4Na)
adalah surfaktan anionoik yang digunakan dalam membersihkan lemak, dan pada
produk-produk untuk kebersihan. Molekul ini memiliki 12 atom karbon, yang
melekat pada gugus sulfat, dan memberikan sifat amphiphilic yang dibutuhkan
deterjen. SLS adalah surfaktan yang sangat efektif dan digunakan untuk
menghilangkan noda berminyak dan residu. Sebagai contoh, SLS ditemukan dalam
konsentrasi yang tinggi pada produk industry, termasuk degreasers mesin, pembersih lantai, sampo mobil. Penggunaan SLS
dengan konsentrasi yang lebih rendah yaitu pada pembuatan pasta gigi, shampoo
rambut, dan busa cukur. Sodium lauril
sulfat merupakan komponen penting dalam formulasi untuk efek penebalan busa
dan kemampuannya untuk menciptakan busa.
Penelitian
menunjukkan bahwa SLS tidak karsinogenik jika terkontaminasi langsung pada
kulit ataupun dikonsumsi. Natrium lauril sulfat mengurangi rasa manis pada
gigi, efek biasa terlihat setelah penggunaan pasta gigi yang mengandung bahan
ini. Penelitian menunjukkan bahwa SLS dapat merupakan mikrobisida topikal yang
berpotensi efektif, yang juga dapat menghambat dan mencegah infeksi oleh virus seperti virus
Herpes simpleks. Selain itu SLS dapat meningkatkan kecepatan pembentukan hidrat
metana sebesar 700 kali kecepatan awal. Dalam pengobatan, natrium lauril sulfat
digunakan sebagai pencahar dubur di enema, dan sebagai eksipien pada aspirin
terlarut dan kaplet terapi serat lainnya.
Natrium
lauril sulfat, dalam sains disebut sebagai sodium
dodecyl sulfat (SDS) atau Duponol,
umumnya digunakan dalam menyusun protein untuk elektroforesis dalam teknik
SDS-PAGE. Senyawa ini bekerja dengan mengganggu ikatan non-kovalen dalam
protein, sehingga protein mengalamii denaturing, dan menyebabkan molekul
kehilangan bentuk asli mereka (konformasi).
SLS disintesis dengan mereaksikan lauril alkohol dengan asam sulfat untuk
menghasilkan hidrogen lauril sulfat yang kemudian dinetralisir melalui penambahan
natrium karbonat. Karena metode ini sintesis, SLS komersial yang tersedia
sebenarnya tidak sulfat dodesil murni tetapi campuran alkil sulfat dengan
sulfat dodesil sebagai komponen utama. SLS dapat memperburuk masalah kulit pada
individu dengan hipersensitivitas
kulit kronis (Marrakchi S & Maibach HI, 2006).
c. Alkil Benzena Sulfonat (ABS).
Proses pembuatan ABS ini adalah dengan mereaksikan Alkil
benzena dengan Belerang trioksida, asam Sulfat pekat atau Oleum. Reaksi ini
menghasilkan Alkil Benzena Sulfonat. Jika dipakai Dodekil benzena maka
persamaan reaksinya adalah
C6H5C12H25 + SO3
C6H4C12H25SO3H
(Dodekil Benzena Sulfonat)
Reaksi
selanjutnya adalah netralisasi dengan NaOH sehingga dihasilkan Natrium Dodekil
Benzena Sulfonat. Linear alkylbenzene (kadang-kadang disebut alkil
benzena linear atau hanya LAB) adalah perantara dalam produksi deterjen.
Dorongan ke arah yang lebih ramah lingkungan akhir-akhir ini menggunakan bahan
kimia ramah sejak 1960-an mengakibatkan LAB muncul sebagai cikal bakal dominan biodegradable deterjen.
d. Glikolipid
Biosurfaktan
yang paling dikenal adalah glikolipid. Glikolipid merupakan karbohidrat yang
dikombinasikan dengan rantai panjang asam aliphatic atau asam hydroxyaliphatic.
Contoh bakteri penghasil biosurfaktan glikolipid adalah Pseudomonas sp.,
Rhodococcus erythropolis, Torulopsis sp. dan lain-lain. Ada 3
glikolipid yang paling dikenal, yaitu rhamnolipid, trehalolipid dan
sophorolipid (Desai, 1997).
e. Metil Ester Sulfonat
Metil
ester sulfonat merupakan surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bermuatan
negatif pada gugus hidrofiliknya atau bagian aktif permukaan (surface active).
Menurut
Watkins (2001), jenis minyak yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan metil ester sulfonat (MES) adalah
kelompok minyak nabati seperti minyak kelapa, minyak sawit, minyak inti sawit,
stearin sawit, minyak kedelai atau tallow.
Metil ester sulfonat dari minyak nabati yang mengandung atom karbon C10,
C12, dan C14 biasa digunakan untuk light duty diswashing detergent, sedangkan MES dari minyak nabati
dengan atom karbon C16-C18 dan tallow biasa digunakan
untuk detergen bubuk dan detergen cair (liquid
laundry detergent).
Menurut
Matheson (1996), metil ester sulfonat (MES) telah mulai dimanfaatkan sebagai
bahan aktif pada produk-produk pembersih (washing
and cleaning products). Pemanfaatan surfaktan jenis ini pada beberapa
produk adalah karena metil ester sulfonat memperlihatkan karakteristik dispersi
yang baik, sifat detergensi yang baik terutama pada air dengan tingkat
kesadahan yang tinggi (hard water)
dan tidak adanya fosfat, ester asam lemak C14, C16, dan C18
memberikan tingkat detergensi terbaik serta bersifat mudah didegradasi (good biodegradability). Jika
dibandingkan petroleum sulfonat, surfaktan MES menunjukkan beberapa kelebihan
diantaranya yaitu pada konsentrasi MES yang lebih rendah daya detergensinya
sama dengan petroleum sulfonat, dapat mempertahankan aktivitas enzim yang lebih
baik, toleransi yang lebih baik terhadap keberadaan kalsium, dan kandungan
garam (disalt) lebih rendah.
Menurut
Hui (1996), pada dasarnya metil ester sulfonat (MES) digunakan sebagai
surfaktan anionik pengganti LAS dan FAES (Fatty
alcohol ether sulfate). Metil ester sulfonat (MES) diklaim memiliki
beberapa manfaat diantaranya sifat deterjensinya baik pada konsentrasi rendah,
beban terhadap lingkungan lebih rendah, merupakan pasokan yang baik untuk bahan
yang berkualitas tinggi.
Bentuk
dari produk metil ester sulfonat (MES) menurut MacArthur et al., (1998) sangatlah penting, karena
adanya kesulitan khusus dalam memformulasi metil ester sulfonat (MES) ke dalam
sistem alkalin yang mengandung air.
Metil ester sulfonat (MES) memperlihatkan stabilitas hidrolitik yang
kurang baik pada pH yang tinggi dibandingkan dengan surfaktan anionik yang
umum seperti linear alkilbenzen (LAB)
sodium sulfonat. Sebagai contoh, ketika
formulasi heavy duty laundry tertentu mengandung metil ester sulfonat (MES)
di spray
dried, maka fraksi metil ester sulfonat (MES) yang besar akan didegradasi
ke bentuk di-salt selama proses
pengeringan, sehingga hasil produknya memiliki stabilitas umur simpan yang
buruk.
Mac
Arthur et al., (1998) menambahkan bahwa untuk memproduksi produk-produk yang
formulanya mengandung metil ester sulfonat (MES) dibutuhkan teknologi yang
cukup dan diusahakan metil ester sulfonat (MES) ada dalam bentuk fisik yang
sesuai. Sebagai contoh, ketika menggunakan metil ester sulfonat (MES) dalam
laundry detergent granules, teknologi yang menarik adalah aglomerasi, yang secara substansial berada
dalam kondisi kering (kelembaban kurang dari 2%), untuk selanjutnya metil ester
sulfonat (MES) bubuk dicampur dengan builder
yang diinginkan dan ingridient lain dalam formulasi.
Daya
detergensi linear alkilbenzen sulfonat
(LAS), alkohol sulfat (AS) dan MES selain dipengaruhi oleh panjang rantai
karbon juga dipengaruhi oleh kesadahan air yang digunakan. Semakin panjang
rantai karbon asam lemak, maka daya detergensinya semakin meningkat. Metil
ester sulfonat (MES) palmitat (C16) mempunyai daya detergensi paling
tinggi dibandingkan dengan LAS dan AS yaitu sekitar 76%, sedangkan LAS dan AS
masing-masing hanya sebesar 70% dan 60%. Semakin tinggi kesadahan air yang
digunakan, maka daya detergensi LAS, AS, dan MES semakin rendah. Pada tingkat
kesadahan 360 ppm CaCO3 daya detergensi dari MES lebih tinggi (56%)
dibandingkan dengan LAS (20%) dan AS (38%) (Yamane and Miyawaki, 1990).
Metil
ester sulfonat (C16) bersifat lebih mudah terbiodegradasi
dibandingkan dengan LAS dan AS. Pada hari ke-5, MES (C16)
terbiodegradasi sempurna dan tidak meninggalkan residu karbon organic,
sedangkan AS terbiodegradasi secara sempurna setelah hari ke-5, sedangkan LAS
walaupun senyawa tersebut mengandung rantai karbon pendek tetapi relatif lebih
sulit terbiodegradasi secara sempurna. Hal ini disebabkan karena LAS mengandung
senyawa karbon aromatic (rantai karbon berbentuk cincin). Biodegradasi maksimum
dari LAS terjadi setelah hari ke-10 dengan menghasilkan residu C organik
sebesar 34% (Yamane and Miyawaki, 1990). Karakteristik surfaktan metil ester sulfonat
(MES) komersial dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 2.2 Karakteristik
Metil Ester Sulfonat
Spesifikasi
|
MES (C16-C18)
|
Metil ester sulfonat, (% b/b) a
Disodium karboksi sulfonat (di-salt), (% b/b) a
Air, (% b/b) a
Nilai pH a
Warna Klett, 5% aktif (MES + di-salt) a
Tegangan permukaan (mN/m) b
Tegangan antar muka (mN/m) b
|
83,0
3,5
2,3
5,3
45
39,0 – 40,2
8,4 – 9,7
|
Sumber : a Sheats (2002)
b
Pore (1993)
f. N-metil glukamida
N-metil glukamida
diperoleh dari reaksi antara asam lemak, metil ester asamlemak atau
trigliserida dengan N-metil glukamina.
N-metil glukamida banyakdigunakan
sebagai produk farmasi dan biokimia lainnya. N-metil-glukamida termasukpada
kelompok alkyl-glukamida surfaktan
dimana kelompok surfaktan ini diproduksidalam jumlah besar sebagai bahan
pembersih, contohnya adalah N
dodekanoil-N-metilglukamida (Holmberg, 2001).
Penelitian ini
menggunakan asam laurat sebagai sumber asam lemak. Keduasubstrat yaitu asam
laurat dan n-metil glukamina mempunyai polaritas dan kelarutanyang berbeda,
asam laurat larut dalam pelarut hidrofilik sedangkan N-metil glukaminasedikit larut. Sebagai pelarut pada reaksi amidasi
ini dipilih isopropanol, tert butanol,tert-amil alkohol dan n-heksana karena
alkohol ini dapat melarutkan N-metilglukamina, merupakan pelarut yang non
toksik serta bukan merupakan substrat lipase.Katalis lipase yang immobil dari Candida
antarctica dan Rhizomucor meihei dapatdigunakan karena enzim
immobilisasi ini mudah diperoleh, stabil dalam pelarut sertamudah direcovery (Maugard, 1998).
Sintesis N-metil glukamida menggunakan
bahan baku N-metil glukamina
darigolongan gula amina. Senyawa-senyawa gula amina memegang peran penting
dalampembentukan dan perbaikan tulang rawan. Mekanisme kerja senyawa-senyawa
gulaamina adalah dengan menghambat sintetis glikosaminoglikan
dan mencegah destruksitulang rawan. Gula amina dapat merangsang sel-sel tulang
rawan untuk pembentukanproteoglikan
dan kolagen yang merupakan protein esensial untuk memperbaiki fungsipersendian.
Gula amina dapat diperoleh dari reaksi glukosa, laktosa atau gula lainnyadengan
amonia atau alkil amina. N-metil
glukamina merupakan salah satu senyawa gulaamina yang penting. N-metil glukamina diperoleh dari reaksi
glukosa dengan monometilamina. Sifat-sifat N-metil glukamina adalah sebagai
berikut :
a.
Rumus Molekul :
C7H17NO5
b.
Rumus Kimia : CH3NHCH2(CHOH)4CH2OH
c.
Berat Molekul : 195,22 gr/mol
d.
Densitas :
1,090 gr/cm3
e.
Titik Lebur : 128 - 131oC
(1 atm)
f.
Titik Didih : 210oC (1 atm)
2.4. Densitas (Massa Jenis)
Massa
jenis adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda, semakin tinggi massa
jenis suatu benda, maka semakin besar pula massa setiap volumenya. Massa jenis
rata-rata setiap benda merupakan total massa dibagi dengan total volumenya.
Sebuah benda yang memiliki massa jenis lebih tinggi (misalnya besi) akan
memiliki volume yang lebih rendah daripada benda bermassa sama yang memiliki
massa jenis lebih rendah (misalnya air).
Massa
jenis berfungsi untuk menentukan zat. Setiap zat memiliki massa jenis yang
berbeda. Rumus untuk menentukan massa jenis adalah ρ = m/v, satuan SI : kg/m3.
Nilai
massa jenis suatu zat adalah tetap, tidak tergantung pada massa maupun volume
zat, tetapi tergantung pada jenis zatnya, oleh karenanya zat yang sejenis
selalu mempunyai masssa jenis yang sama.
Massa
jenis zat dapat dihitung dengan membandingkan massa zat (benda) dengan
volumenya. Massa jenis merupakan salah satu ciri untuk mengetahui kerapatan
zat. Pada volume yang sama, semakin rapat zatnya, semakin besar massanya.
Sebaliknya makin renggang, makin kecil massa suatu benda. Contoh : kubus yang
terbuat dari besi akan lebih besar massanya dibandingkan dengan kubus yang
terbuat dari kayu, jika volumenya sama. Pada massa yang sama, semakin rapat
zatnya, semakin kecil volumenya. Sebaliknya, semakin renggang kerapatannya
semakin besar volumenya. Contoh : volume air lebih besar dibanding volume besi,
jika massa kedua benda tersebut sama.
2.5. Viskositas
Setiap
zat cair mempunyai karakteristik yang khas, berbeda satu zat cair dengan zat
cair yang lain. Oli mobil sebagai salah satu contoh zat cair dapat kita lihat
lebih kental daripada minyak kelapa. Apa sebenarnya yang membedakan cairan itu
kental antara satu bagian dan bagian yang lain dalam fluida. Dalam fluida yang
kental kita perlu gaya untuk menggeser satu bagian fluida terhadap yang lain.
Di
dalam aliran kental kita dapat memandang persoalan tersebut seperti tegangan
dan regangan pada benda padat. Kenyataannya setiap fluida baik gas maupun zat
cair mempunyai sifat kekentalan karena partikel di dalamnya saling menumbuk.
Bagaimana kita menyatakan sifat kekentalan tersebut secara kuantitatif atau
dengan angka, sebelum membahas hal itu kita perlu mengetahui bagaimana cara
membedakan zat yang kental dan kurang kental dengan cara kuantitatif. Salah
satu alat yang digunakan untuk mengukur kekentalan suatu zat cair adalah
viskometer. Viskositas
adalah gesekan internal fluida. Gaya viskos melawan gerakan sebagian fluida
relatif terhadap yang lain. Efek visko merupakan hal yang penting di dalam
aliran fluida dalam pipa, aliran darah, pelumasan bagian dalam mesin, dan
contoh keadaan lainnya. Viskositas adalah suatu pernyataan “tahanan untuk
mengalir” dari suatu sistem yang mendapatkan suatu tekanan. Makin kental suatu
cairan, makin besar gaya yang dibutuhkan untuk membuatnya mengalir pada
kecepatan tertentu. Viskositas dispersi koloidal dipengaruhi oleh bentuk
partikel dari fase disperse.
BAB III
METODOLOGI
PERCOBAAN
3.1. Alat-alat
1.
Wadah plastik
2. Pengaduk
kayu atau plastic
3. Gelas
ukur
4. Neraca
analitik
5. Pipet
tetes
6. Cawan
petri
7. Gelas
piala
8. Saringan
9. Botol
penyimpanan sampo
3.2. Bahan-bahan
1.
LABS (linear alkil benzene sulfonat)
2.
SLS (sodium linear sulfonat)
3.
NaOH
4.
Aquadest
5.
Pewangi
6.
Pewarna
7.
Kit Sampho Motor / Mobil
3.3. Prosedur percobaan
3.3.1. Pembuatan
Larutan
NaOH 35%
1. 10
gram NaOH Kristal ditimbang ke dalam cawan petri
2. Aquades
12.85 ml dimasukkan ke dalam gelas ukur
3. 10
gram NaOH dimasukkan ke dalam wadah, lalu air dimasukkan sedikit demi sedikit
4. NaOH
diaduk hingga larut
3.3.2. Pembuatan
LABSNa
1.
LABS 54 gram ditimbang ke dalam gelas
piala
2.
NaOH ditimbang dari larutan NaOH
sebanyak 20 gram
3.
Aquades disiapkan sebanyak 126 ml dalam
gelas ukur
4.
Aquades dimasukkan ke dalam wadah yang
berisi larutan NaOH
5.
LABS dimasukkan sedikit demi sedikit ke
dalam wadah yang berisilarutan
NaOH dan aquades sambil diaduk hingga homogen
6.
Larutan yang telah diaduk tersebut
merupakan larutan LABSNa
3.3.3. Pembuatan
Larutan
SLS
1. SLS
sebanyak 15 gram ditimbang ke dalam cawan petri
2. Lalu
dimasukkan 75 ml aquades ke dalam gelas piala
3. SLS
dan aquades dicampur dan diaduk hingga homogeny
4. Parfum
dan pewarna dicampurkan ke dalam larutan SLS
3.3.4. Pembuatan
Shampo
1. Larutan
LABSNa diambil sebanyak 140 gram
2. Lalu
larutan LABSNa dan larutan SLS dicampurkan
3. Larutan
diaduk hingga homogen, kemudian disaring
4. Kemudian
dimasukkan ke dalam botol
3.3.5. Uji
Viskositas
1.
Siapkan
viskometer Ostwald
2.
Masukkan sampo
10 ml
3.
Pasang pipa S dan sedot sampai batas
viscometer ostwald
4.
Hitung waktu yang dibutuhkan sampo untuk turun
ke bawah dan catat hasilnya
5.
Lakukan juga pada
Kit dan
bandingkan hasilnya
3.3.6. Uji Densitas
1.
Gelas ukur yang kosong ditimbang
2.
Catat massa gelas kosong
3.
Lalu 10 ml shampo dimasukkan ke dalam gelas ukur tersebut
4.
Berat gelas ukur dan shampo ditimbang
5.
Berat jenis shampo dihitung dengan cara
: berat gelas ukur dan shampo yang telah ditimbang lalu dikurangi dengan berat
gelas ukur kosong lalu dibagi dengan volume shampo
6.
Lakukan pada kit sesuai prosedur diatas
3.3.7. Tes Aplikasi
1.
Aquades sebanyak 10 ml dimasukkan
kedalam gelas ukur
2.
Lalu minyak 5 ml dimasukkan ke dalam
gelas ukur
3.
Kemudian dimasukkan 5 tetes shampo ke
dalam gelas ukur, lalu dihitung waktu yang dibutuhkan tetesan shampo tersebut
melewati perbatasan minyak dan aquades
4.
Dilakukan prosedur yang sama pada kit.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
a. Densitas
shampo buatan :
0,5645 gr/ml
b. Densitas
KIT :
0,5661 gr/ml
c. Waktu
viskositas shampo buatan : 1,46 menit
d. Waktu
viskositas KIT :
1,35 menit
e. Waktu
uji tes aplikasi shampo buatan :
19,54 detik
f. Waktu
uji tes aplikasi KIT :
25,4 detik
g. Viskositas
KIT :
9,5 sekon/ml
h. Viskositas
shampo :
10,6 sekon/ml
4.2. Pembahasan
Shampo dibuat dengan cara melarutkan 10
gr NaOH dengan 12,85
mL akuades, kemudian ditambahkan dengan larutan
LABSNa dan SLS yang telah dilarutkan dalam aquades, serta ditambah dengan zat
penunjang seperti pewarna dan parfum. Pada reaksi pembuatan larutan NaOH
terjadi reaksi eksoterm. SLS yang digunakan pada pembuatan shampo ini berperan sebagai Foam baster. SLS dapat menyatu dengar
air dan pada saat pengadukan dapat menghasilkan busa. Pada saat pencampuran
LABSNa warnanya akan berubah menjadi coklat
terang, yang
kemudian ditambahkan pewarna makanan dan parfum,
selanjutnya dilakukan tes viskositas ,
berat jenis serta uji aplikasi.
Uji
viskositas dilakukan dengan menempatkan 10 ml shampo ke dalam viskosmeter,
kemudian hitung waktu yang diperlukan shampo tersebut untuk turun seluruhnya.
Perlakuan ini dilakukan juga pada shampo komersial dimana pada percobaan kali
ini yang digunakan adalah KIT. Setelah dilakukan percobaan tersebut, didapatkan
data sebagai berikut:
Tabel 4.1
Data pengujian viskositas
Sampel
|
Shampo Percobaan
|
Shampo Komersil (KIT)
|
Waktu
yang dibutuhkan
|
10,6 sekon/ml
|
9,5 sekon/ml
|
Dari
data yang ditampilkan pada tabel di atas, dapat diketahui bahwa waktu yang
dibutuhkan oleh shampoo hasil percobaan lebih lama dibandingkan dengan KIT,
sehingga dapat dikatakan bahwa viskositas shampoo hasil percobaan lebih besar
daripada KIT. Nilai viskositas yang besar ini terjadi karena gaya tarik menarik
antar molekul penyusun shampoo lebih besar dibanding dengan KIT, gaya tarik
menarik (kohesi) ini menyebabkan terjadinya gesekan yang lebih besar antar
lapisan larutan saat larutan dituangkan. Sedangkan pada KIT gaya kohesi antar
molekul larutannya lebih kecil, sehingga gesekan yang ditimbulkan lebih sedikit
sehingga membutuhkan waktu yang lebih singkat saat dituang.
Setelah dilakukan uji viskositas, kemudian
dilakukan uji densitas shampoo dengan menghitung berat 10 ml shampoo dan
membandingkannya dengan KIT. Pada pengujian ini diperoleh data sebagai berikut
:
Tabel 4.2
Data pengujian densitas
Sampel
|
Shampo percobaan
|
Shampo komersial (KIT)
|
Berat 10
ml sampel
|
5,645 gram
|
5,661 gram
|
Berat
Jenis
|
0,5645 gram/ml
|
0,5661 gram/ml
|
Dari
data pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa densitas KIT lebih besar daripada
shampo hasil percobaan. Hal itu dikarenakan konsentrasi zat terlarut pada KIT
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan shampo hasil percobaan. Sehingga nilai
densitasnya lebih tinggi.
Viskositas
suatu zat dipengaruhi oleh berat molekul bahan tersebut. Semakin berat molekul
suatu zat, maka ikatan antar molekulnya juga semakin rapat dan kuat. Sehingga viskositas pada umumnya
nilainya berbanding terbalik dengan densitas.
Apabila
digabungkan data hasil uji viskositas dengan data hasil uji densitas dapat
disimpulkan bahwa shampo hasil percobaan memiliki viskositas yang besar
sedangkan nilai densitasnya kecil. Untuk suatu larutan viskositasnya bergantung pada konsentrasi atau kepekatan
larutan. Umumnya
larutan yang konsentrasinya tinggi, viskositasnya juga tinggi, sebaliknya
larutan yang viskositasnya rendah, konsentrasinya juga rendah (Fessenden, 1997).
Pada uji kualitas yang dilakukan
dengan menghitung waktu yang dibutuhkan oleh shampo untuk menembus larutan
minyak, shampo hasil percobaan membutuhkan waktu yang lebih singkat yaitu 19,5
detik, sedangkan KIT membutuhkan waktu 25,4 detik. Dari data tersebut dapat
disimpulkan bahwa shampo hasil percobaan mengikat lemak lebih cepat
dibandingkan dengan KIT. Hal ini dibuktikan dengan waktu yang diperlukan
shampoo lebih cepat daripada KIT untuk mengikat dan melarutkan minyak dalam
air
BAB V
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari
hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa :
a. Shampo diperoleh dari campuran antara
LABSNa dan SLS, dimana LABSNa merupakan surfaktan utama dan SLS merupakan agent foaming (pembentuk busa).
b. Shampo hasil praktikum memiliki viskositas
10,6 s/ml dan
viskositas kit adalah 9,5 s/ml
c. Densitas shamponya 0,5645 gram/ml
dan densitas dari kit adalah 0,5661 gram/ml
d. Waktu yang dibutuhkan shampo untuk melewati
batas minyak-air adalah 19,5 detik sedangkan waktu yang
dibutuhkan kit melewati batas minyak-air adalah 25,4 detik
5.2 Saran
Pengadukan merupakan
hal yang sangat penting dalam praktikum ini. Ketika membuat larutan LABSNa,
pengadukan harus dilakukan secara perlahan, dan ketika pembuatan larutan SLS
pengadukannya harus lebih perlahan dan jangan sampai timbul busa.
DAFTRAR
PUSTAKA
Amin, A, 2011.Shampoo Mobil Ekonomis.
http://arekqimia.blogspot.com/2011/11/shampoo-mobil-ekonomis.html. 7 Maret 2013.
Anonim, 2009. Peranan
Surfaktan pada Proses Deinking Flotation.
Bailey,
A. E, 1996. “Industrial Oil and Fat
Products”, Interscholastic Publishing, Inc, New York.
Desai, 1997, Teori Tentang Sampo.
http://medicafarma.blogspot.com/2008/05/
teori-tentang-sampo_11.html. 7 Maret 2013.
http://majari
magazine.com/2008/05/produksi-metil-ester-sulfonat-untuk-surfaktan-de/. 7
Maret 2013.
Holmberg,
2009, Sejarah Penemuan Tinta.
http://irengputih.com/sejarah-penemuan-tinta/1418/.
7 Maret 2013.
Kent and
Riegels, 2007. Paper Recycling, Vol. 14, No. 1, November 2007, USA.
Marrakchi S, Maibach HI
(2006), Sodium Lauryl Sulfate-Induced Irritation in the Human Face: regional and age-related
differences.
Maugard, 1998, Builder dan Aditif Dalam Deterjen.
thanksssss.... keren!
BalasHapusmakasiii :) jangan pernah bosan visit ke blog saya ya
BalasHapusFree Download Software Supaya Menang Bermain Judi Online, 90% Kemenangan Di Tangan Anda
BalasHapusLINK 1
LINK 2
LINK 3
LINK 4
LINK 5
LINK 6
LINK 7
LINK 8
LINK 9
LINK 10
makaseh infonya gan...
BalasHapusMantap.
BalasHapusTerimakasih ,atas ilmunya.
Semoga sukses