Makalah Kewarganegaraan
Tentang
Pancasila dan UUD 1945
Disusun oleh :
Ekadian
lestari simatupang
Lukman
arifin
Ridho
satria
Wahyu
mey riswanto
Reni
Firman
TEKNIK
KIMIA S1 KELAS A
FAKULTAS
TEKNIK UR
Kata Pengantar
Assalammu’alaikum Wr. Wb.
Puji Syukur kita ucapkan kepada Tuhan yang
Maha esa atas limpahan nikmat dan karunia nya sehingga kami kelompok 4 dapat
menyelasaikan Makalah Kewarganegaraan mengenai wawasan nusantara dan Pancasila
dan UUD 1945.
Makalah kewarganegaraan ini berisi tentang
pengetahuan atau ilmu yang mempelajari tentang norma – norma yang berlaku dalam
kehidupan. Selain itu , perkembangan zaman yang semakin pesat harus diiringi
dengan pembelajaran kewarganegaraan sebagai warga Negara. Dengan adanya makalah
ini , diharapkan mahasiswa mampu mengetahui landasan yang berhubungan dengan
wawasan nusantara, unsur-unsur dasar wawasan nusantara, hakikat hakikat wawasan
nusantara, dan juga mengenai peraturan perundang undangan dalam hal perairan.
Demikian lah Makalah ini disusun oleh kelompok
1. Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing dan semua pihak
yang telah membantu pembuatan makalah ini. Kami berharap makalah ini dapat
memberikan kontribusi dalam perkembangan ilmu kewarganegaraan.
Pekanbaru,18 Oktober 2012
Hormat Kami
Kelompok 1
Latar
Belakang
wawasan nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan bentuk geografinya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.Dalam
pelaksanannya, wawasan nusantara mengutamakan kesatuan wilayah dan menghargai
kebhinekaan untuk mencapai tujuan nasional.
1 .Landasan Wawasan Nusantara
Sebelum
menjelaskan dan memaparkan landasan – landasan apa saja yang berhubungan
dengan wawasan nusantara , kita harus tau tentang pengertian wawasan nusantara
itu sendiri . Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi II,1994) wawasan
berasal dari kata dasar mawas atau mewawas, yang berarti meneliti; meninjau;
memandang; mengamati. Sedangkan wawasan adalah hasil mewawas; tinjauan;
pandangan. Sedangkan nusantara, masih menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Edisi II,1994), adalah sebutan (nama) bagi seluruh wilayah kepulauan Indonesia
. Wawasan nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai
diri dan bentuk geografinya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam pelaksanannya,
wawasan nusantara mengutamakan kesatuan wilayah dan menghargai kebhinekaan
untuk mencapai tujuan nasional . Dengan kata lain, wawasan nusantara merupakan
cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri sendiri dan lingkungannya
yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan
kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan
masyarakat, berbangsa dan bernegara, untuk mencapai tujuan nasional . Wawasan
nasional dibentuk dan dijiwai oleh paham kekuasaan dan geopolitik yang dianut
oleh negara yang bersangkutan diantaranya :
A .
Paham Machiavelli (Abad XVII)
Dalam bukunya tentang politik yang
diterjemahkan kedalam bahasa dengan judul “The Prince”, Machiavelli memberikan
pesan tentang cara membentuk kekuatan politik yang besar agar sebuah negara
dapat berdiri dengan kokoh. Didalamnya terkandung beberapa postulat dan cara
pandang tentang bagaimana memelihara kekuasaan politik. Menurut Machiavelli,
sebuah negara akan bertahan apabila menerapkan dalil-dalil berikut: pertama,
segala cara dihalalkan dalam merebut dan mempertahankan kekuasaan; kedua, untuk
menjaga kekuasaan rezim, politik adu domba (divide et impera) adalah sah; dan
ketiga, dalam dunia politik (yang disamakan dengan kehidupan binatang buas ),
yang kuat pasti dapat bertahan dan menang. Semasa Machiavelli hidup, buku “The
Prince” dilarang beredar oleh Sri Paus karena dianggap amoral. Tetapi setelah
Machiavelli meninggal, buku tersebut menjadi sangat dan banyak dipelajari oleh
orang-orang serta dijadikan pedoman oleh banyak kalangan politisi dan para
kalangan elite politik.
B .
Paham Kaisar Napoleon Bonaparte (abad XVIII)
Kaisar Napoleon merupakan tokoh revolusioner
di bidang cara pandang, selain penganut baik dari Machiavelli. Napoleon
berpendapat bahwa perang di masa depan akan merupakan perang total yang
mengerahkan segala upaya dan kekuatan nasional. Kekuatan ini juga perlu
didukung oleh kondisi sosial budaya berupa ilmu pengetahuan teknologi demi
terbentuknya kekuatan hankam untuk menduduki dan menjajah negara-negara
disekitar Prancis. Ketiga postulat Machiavelli telah diimplementasikan dengan
sempurna oleh Napoleon, namun menjadi bumerang bagi dirinya sendiri sehingg
akhir kariernya dibuang ke Pulau Elba.
C .
Paham Jendral Clausewitz (XVIII)
Pada era Napoleon, Jenderal Clausewitz sempat
terusir oleh tentara Napoleon dari negaranya sampai ke Rusia. Clausewitz
akhirnya bergabung dan menjadi penasihat militer Staf Umum Tentara Kekaisaran
Rusia. Sebagaimana kita ketahui, invasi tentara Napoleon pada akhirnya terhenti
di Moskow dan diusir kembali ke Perancis. Clausewitz, setelah Rusia bebas
kembali, di angkat menjadi kepala staf komando Rusia. Di sana dia menulis
sebuah buku mengenai perang berjudul Vom Kriege (Tentara Perang). Menurut
Clausewitz, perang adalah kelanjutan politik dengan cara lain. Baginya,
peperangan adalah sah-sah saja untuk mencapai tujuan nasional suatu bangsa.
Pemikiran inilah yang membenarkan Rusia berekspansi sehingga menimbulkan perang
Dunia I dengan kekalahan di pihak Rusia atau Kekaisaran Jerman.
D .
Paham Feuerbach dan Hegel
Paham materialisme Feuerbach dan teori
sintesis Hegel menimbulkan dua aliran besar Barat yang berkembang didunia,
yaitu kapitalisme di satu pihak dan komunisme di pihak yang lain. Pada abad
XVII paham perdagangan bebas yang merupakan nenek moyang liberalisme sedang
marak. Saat itu orang-orang berpendapat bahwa ukuran keberhasilan ekonomi suatu
negara adalah seberapa besar surplus ekonominya, terutama diukur dengan emas.
Paham ini memicu nafsu kolonialisme negara Eropa Barat dalam mencari emas ke
tempat yang lain. Inilah
yang
memotivasi Columbus untuk mencari daerah baru, kemudian Magellan, dan
lain-lainnya. Paham ini juga yang mendorong Belanda untuk melakukan perdagangan
(VOC) dan pada akhirnya menjajah Nusantara selama 3,5 abad.
E .
Paham Lenin (XIX)
Lenin telah memodifikasi paham Clausewitz.
Menurutnya, perang adalah kelanjutan politik dengan cara kekerasan. Bagi
Leninisme/komunisme, perang atau pertumpahan darah atau revolusi di seluruh
dunia adalah sah dalam kerangka mengkomuniskan seluruh bangsa di dunia. Karena
itu, selama perang dingin, baik Uni Soviet maupun RRC berlomba-lomba untuk
mengekspor paham komunis ke seluruh dunia. G.30.S/PKI adalah salah satu
komoditi ekspor RRC pada tahun 1965. Sejarah selanjutnya menunjukkan bahwa
paham komunisme ternyata berakhir secara tragis seperti runtuhnya Uni Soviet.
F .
Paham Lucian W.Pye dan Sidney
Dalam buku Political Culture and Political
Development (Princeton University Press, 1972 ), mereka mengatakan :”The
political culture of society consist of the system of empirical believe
expressive symbol and values which devidens the situation in political action
can take place, it provides the subjective orientation to politics.....The
political culture of society is highly significant aspec of the political
system”. Para ahli tersebut menjelaskan adanya unsur-unsur sebyektivitas dan
psikologis dalam tatanan dinamika kehidupan politik suatu bangsa, kemantapan
suatu sistem politik dapat dicapai apabila sistem tersebut berakar pada
kebudayaan politik bangsa yang bersangkutan.samudera Hindia).
.
Konsepsi Wawasan Nusantara
Latar belakang yang mempengaruhi tumbuhnya konsespi wawasan nusanatara adalah
sebagai berikut :
a.
Aspek Historis
Dari
segi sejarah, bahwa bangsa Indonesia menginginkan menjadi bangsa yang bersatu
dengan wilayah yang utuh adalah karena dua hal yaitu :
1.
Kita pernah mengalami kehidupan sebagai bangsa yang terjajah dan terpecah,
kehidupan sebagai bangsa yang terjajah adalah penederitaaan, kesengsaraan,
kemiskinan dan kebodohan. Penjajah juga menciptakan perpecahan dalam diri
bangsa Indonesia. Politik Devide et impera. Dengan adanya politik ini
orang-orang Indonesia justru melawan bangsanya sendiri. Dalam setiap perjuangan
melawan penjajah selalu ada pahlawan, tetapi juga ada pengkhianat bangsa.
2 . Kita pernah
memiliki wilayah yang terpisah-pisah, secara historis wilayah Indonesia adalah
wialayah bekas jajahan Belanda . Wilayah Hindia Belanda ini masih
terpisah0pisah berdasarkan ketentuan Ordonansi 1939 dimana laut territorial
Hindia Belanda adalah sejauh 3 (tiga) mi l. Dengan adanya ordonan tersebut ,
laut atau perairan yang ada diluar 3 mil tersebut merupakan lautan bebas dan
berlaku sebagai perairan internasional. Sebagai bangsa yang terpecah-pecah dan
terjajah, hal ini jelas merupakan kerugian besar bagi bangsa Indonesia.Keadaan
tersebut tidak mendudkung kita dalam mewujudkan bangsa yang merdeka, bersatu
dan berdaulat.
b.
Aspek Geografis dan Sosial Budaya
1.
Indonesia bercirikam negara kepulauan atau maritime
2.
Indonesia terletak anata dua benua dan dua sameudera(posisi silang)
3.
Indonesia terletak pada garis khatulistiwa
4.
Indonesia berada pada iklim tropis dengan dua musim
5.
Indonesia menjadi pertemuan dua jalur pegunungan yaitu sirkumpasifik dan Mediterania
6.
Wilayah subur dan dapat dihuni
7.
Kaya akan flora dan fauna dan sumberdaya alam
8.
Memiliki etnik yang banyak sehingga memiliki kebudayaan yang beragam
9. Memiliki jumlah
penduduk dalam jumlah yang besar,
2.2 Unsur - Unsur Dasar Wawasan Nusantara
1. Wadah
a.Wujud
Wilayah
Batas ruang
lingkup wilayah nusantara ditentukan oleh lautan yang di dalamnya terdapat
gugusan ribuan pulau yang saling dihubungkan oleh perairan. Oleh karena itu
Nusantara dibatasi oleh lautan dan daratan serta dihubungkan oleh perairan
didalamnya.Setelah bernegara dalam negara kesatuan Republik Indonesia, bangsa
indonesia memiliki organisasi kenegaraan yang merupakan wadah berbagi kegiatn
kenegaraan dalam wujud suprastruktur politik. Sementara itu, wadah dalam kehidupan
bermasyarakat adalah lembaga dalam wujud infrastruktur politik.Letak geografis
negara berada di posisi dunia antara dua samudra, yaitu Samudra Pasifik dan
Samudra Hindia, dan antara dua benua, yaitu banua Asia dan benua Australia.
Perwujudan wilayah Nusantara ini menyatu dalam kesatuan poliyik, ekonomi,
sosial-budaya, dan pertahanan keamanan.
b.Tata
Inti Organisasi
Bagi Indonesia,
tata inti organisasi negara didasarkan pada UUD 1945 yang menyangkut bentuk dan
kedaulatan negara kekuasaaan pemerintah, sistem pemerintahan, dan sistem
perwakilan. Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik.
c.
Tata Kelengkapan Organisasi
Wujud tata
kelengkapan organisasi adalah kesadaran politik dan kesadaran bernegara yang
harus dimiliki oleh seluruh rakyat yang mencakup partai politik, golongan dan
organisasi masyarakat, kalangan pers seluruh aparatur negara. Yang dapat
diwujudkan demokrasi yang secara konstitusional berdasarkan UUD 1945 dan secara
ideal berdasarkan dasar filsafat pancasila.
2 . Isi Wawasan Nusantara
Isi adalah aspirasi bangsa yang berkembang di masyarakat dan cita-cita serta tujuan nasional yang terdapat pada pembukaan UUD 1945. Untuk mencapai aspirasi yang berkembang di masyarakat maupun cita-cita dan tujuan nasional seperti tersebut di atas, bangsa Indonesia harus mampu menciptakan persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan dalam kehidupan nasional. Isi menyangkut dua hal yang essensial, yaitu:
a. Realisasi aspirasi bangsa sebagai kesepakatan bersama serta pencapaian cita-cita dan tujuan nasional.
b. Persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan yang meliputi semua aspek kehidupan nasional.
Isi wawasan nusantara tercemin dalam perspektif kehidupan manusia Indonesia meliputi :
a. Cita-cita bangsa Indonesia tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945 yang menyebutkan :
1) Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
2) Rakyat Indonesia yang berkehidupan kebangsaan yang bebas.
3) Pemerintahan Negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
b. Asas keterpaduan semua aspek kehidupan nasional berciri manunggal, utuh menyeluruh meliputi :
1. Satu kesatuan wilayah nusantara yang mencakup daratan perairan dan dirgantara secara terpadu.
2. Satu kesatuan politik, dalam arti satu UUD dan politik pelaksanaannya serta satu ideologi dan identitas nasional.
3. Satu kesatuan sosial-budaya, dalam arti satu perwujudan masyarakat Indonesia atas dasar “Bhinneka Tunggal Ika”, satu tertib sosial dan satu tertib hukum.
4. Satu kesatuan ekonomi dengan berdasarkan atas asas usaha bersama dan asas kekeluargaan dalam satu sistem ekonomi kerakyatan.
5. Satu kesatuan pertahanan dan keamanan dalam satu system terpadu, yaitu sistem pertahanan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata).
6. Satu kesatuan kebijakan nasional dalam arti pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang mencakup aspek kehidupan nasional.
3. Tata Laku Wawasan Nusantara Mencakup Dua Segi, Batiniah dan Lahiriah
Tata laku merupakan dasar interaksi antara wadah dengan isi, yang terdiri dari tata laku tata laku batiniah dan lahiriah. Tata laku batiniah mencerminkan jiwa, semangat, dan mentalitas yang baik dari bangsa indonesia, sedang tata laku lahiriah tercermin dalam tindakan , perbuatan, dan perilaku dari bangsa Indonesia. Tata laku lahiriah merupakan kekuatan yang utuh, dalam arti kemanunggalan. Meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian.
Kedua hal tersebut akan mencerminkan identitas jati diri atau kepribadian bangsa indonesia berdasarkan kekeluargaan dan kebersamaan yang memiliki rasa bangga dan cinta kepada bangga dan tanah air sehingga menimbulkan nasionalisme yang tinggi dalm segala aspek kehidupan nasional.
Isi adalah aspirasi bangsa yang berkembang di masyarakat dan cita-cita serta tujuan nasional yang terdapat pada pembukaan UUD 1945. Untuk mencapai aspirasi yang berkembang di masyarakat maupun cita-cita dan tujuan nasional seperti tersebut di atas, bangsa Indonesia harus mampu menciptakan persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan dalam kehidupan nasional. Isi menyangkut dua hal yang essensial, yaitu:
a. Realisasi aspirasi bangsa sebagai kesepakatan bersama serta pencapaian cita-cita dan tujuan nasional.
b. Persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan yang meliputi semua aspek kehidupan nasional.
Isi wawasan nusantara tercemin dalam perspektif kehidupan manusia Indonesia meliputi :
a. Cita-cita bangsa Indonesia tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945 yang menyebutkan :
1) Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
2) Rakyat Indonesia yang berkehidupan kebangsaan yang bebas.
3) Pemerintahan Negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
b. Asas keterpaduan semua aspek kehidupan nasional berciri manunggal, utuh menyeluruh meliputi :
1. Satu kesatuan wilayah nusantara yang mencakup daratan perairan dan dirgantara secara terpadu.
2. Satu kesatuan politik, dalam arti satu UUD dan politik pelaksanaannya serta satu ideologi dan identitas nasional.
3. Satu kesatuan sosial-budaya, dalam arti satu perwujudan masyarakat Indonesia atas dasar “Bhinneka Tunggal Ika”, satu tertib sosial dan satu tertib hukum.
4. Satu kesatuan ekonomi dengan berdasarkan atas asas usaha bersama dan asas kekeluargaan dalam satu sistem ekonomi kerakyatan.
5. Satu kesatuan pertahanan dan keamanan dalam satu system terpadu, yaitu sistem pertahanan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata).
6. Satu kesatuan kebijakan nasional dalam arti pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang mencakup aspek kehidupan nasional.
3. Tata Laku Wawasan Nusantara Mencakup Dua Segi, Batiniah dan Lahiriah
Tata laku merupakan dasar interaksi antara wadah dengan isi, yang terdiri dari tata laku tata laku batiniah dan lahiriah. Tata laku batiniah mencerminkan jiwa, semangat, dan mentalitas yang baik dari bangsa indonesia, sedang tata laku lahiriah tercermin dalam tindakan , perbuatan, dan perilaku dari bangsa Indonesia. Tata laku lahiriah merupakan kekuatan yang utuh, dalam arti kemanunggalan. Meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian.
Kedua hal tersebut akan mencerminkan identitas jati diri atau kepribadian bangsa indonesia berdasarkan kekeluargaan dan kebersamaan yang memiliki rasa bangga dan cinta kepada bangga dan tanah air sehingga menimbulkan nasionalisme yang tinggi dalm segala aspek kehidupan nasional.
2.3 Hakikat Wawasan Nusantara
Hakikat wawasan nusantara
adalah keutuhan nusantara, dalam pengertian cara pandang yang selalu utuh
menyeluruh dalam lingkup nusantara demi kepentingan nasional. Hal tersebut
berarti bahwa setiap warga bangsa dan aparatur negar harus berpikir, bersikap,
dan bertindak secara utuh menyeluruh demi kepentingan bangsa dan negara
Indonesia . Demikian juga produk yang dihasilkan oleh lembaga negara harus
dalam lingkup dan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia, tanpa
menghilangkan kepentingan lainnya, seperti kepentingan daerah, golongan dan
orang per orang.
Tujuan
Tujuan wawasan nusantara terdiri dari dua, yaitu:
1.
Tujuan nasional,
dapat dilihat dalam Pembukaan UUD 1945, dijelaskan bahwa tujuan kemerdekaan Indonesia
adalah "untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk mewujudkan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial".
2.
Tujuan ke dalam
adalah mewujudkan kesatuan segenap aspek kehidupan baik alamiah maupun sosial, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan bangsa
Indonesia adalah menjunjung tinggi kepentingan nasional, serta kepentingan
kawasan untuk menyelenggarakan dan membina kesejahteraan, kedamaian dan budi
luhur serta martabat manusia di seluruh dunia.
PEMBAHASAN
1.PANCASILA
Pancasila adalah ideologi
dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari Sanskerta:
pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila
merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah
Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-undang
Dasar 1945.
Meskipun terjadi perubahan kandungan dan urutan
lima sila Pancasila yang berlangsung dalam beberapa tahap selama masa perumusan Pancasila pada tahun 1945, tanggal 1 Juni diperingati
sebagai hari lahirnya Pancasila.
Sejarah Perumusan
Dalam upaya merumuskan Pancasila sebagai dasar
negara yang resmi, terdapat usulan-usulan pribadi yang dikemukakan dalam Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yaitu :
- Lima Dasar oleh Muhammad Yamin, yang berpidato pada tanggal 29 Mei 1945. Yamin merumuskan lima dasar sebagai berikut: Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat. Dia menyatakan bahwa kelima sila yang dirumuskan itu berakar pada sejarah, peradaban, agama, dan hidup ketatanegaraan yang telah lama berkembang di Indonesia. Mohammad Hatta dalam memoarnya meragukan pidato Yamin tersebut.[1]
- Panca Sila oleh Soekarno yang dikemukakan pada tanggal 1 Juni 1945 dalam pidato spontannya yang kemudian dikenal dengan judul "Lahirnya Pancasila". Sukarno mengemukakan dasar-dasar sebagai berikut: Kebangsaan; Internasionalisme; Mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan; Kesejahteraan; Ketuhanan. Nama Pancasila itu diucapkan oleh Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni itu, katanya:
Sekarang
banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan
ketuhanan, lima bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan
ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa - namanya ialah Pancasila.
Sila artinya azas atau dasar, dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan
negara Indonesia, kekal dan abadi.
Setelah Rumusan Pancasila diterima sebagai dasar
negara secara resmi beberapa dokumen penetapannya ialah :
- Rumusan Pertama : Piagam Jakarta (Jakarta Charter) - tanggal 22 Juni 1945
- Rumusan Kedua : Pembukaan Undang-undang Dasar - tanggal 18 Agustus 1945
- Rumusan Ketiga : Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat - tanggal 27 Desember 1949
- Rumusan Keempat : Mukaddimah Undang-undang Dasar Sementara - tanggal 15 Agustus 1950
Rumusan Kelima : Rumusan Kedua yang dijiwai
oleh Rumusan Pertama (merujuk Dekrit
Presiden 5 Juli 1959
Hari Kesaktian
Pancasila
Pada tanggal 30
September 1965, terjadi insiden yang dinamakan Gerakan 30 September (G30S). Insiden ini sendiri masih menjadi
perdebatan di tengah lingkungan akademisi mengenai siapa penggiatnya dan apa
motif dibelakangnya. Akan tetapi otoritas militer dan kelompok reliji terbesar
saat itu menyebarkan kabar bahwa insiden tersebut merupakan usaha PKI mengubah unsur Pancasila menjadi ideologi komunis,
untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia dan membenarkan peristiwa Pembantaian di
Indonesia 1965–1966.
Pada hari itu, enam Jendral dan berberapa orang
lainnya dibunuh oleh oknum-oknum yang digambarkan pemerintah sebagai upaya
kudeta. Gejolak yang timbul akibat G30S sendiri pada akhirnya berhasil diredam
oleh otoritas militer Indonesia. Pemerintah Orde Baru kemudian menetapkan 30
September sebagai Hari Peringatan
Gerakan 30 September G30S
dan tanggal 1
Oktober ditetapkan sebagai Hari
Kesaktian Pancasila.
Butir-butir
pengamalan Pancasila
Ketetapan MPR no. II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia
Pancakarsa menjabarkan kelima asas dalam Pancasila menjadi 36 butir pengamalan
sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan Pancasila.
36 BUTIR-BUTIR PANCASILA/EKA PRASETIA PANCA KARSA
A. SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA
1.
Percaya dan Takwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
2.
Hormat menghormati
dan bekerjasama antar pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang
berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
3.
Saling menghormati
kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
4.
Tidak memaksakan
suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
5.
Menolak
kepercayaan atheisme di Indonesia.
B. SILA KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB
1.
Mengakui persamaan
derajat persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia.
2.
Saling mencintai
sesama manusia.
3.
Mengembangkan
sikap tenggang rasa.
4.
Tidak semena-mena
terhadap orang lain.
5.
Menjunjung tinggi
nilai kemanusiaan.
6.
Gemar melakukan
kegiatan kemanusiaan.
7.
Berani membela
kebenaran dan keadilan.
8.
Bangsa Indonesia
merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu
dikembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
C. SILA PERSATUAN INDONESIA
1.
Menempatkan
kesatuan, persatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara di atas
kepentingan pribadi atau golongan.
2.
Rela berkorban
untuk kepentingan bangsa dan negara.
3.
Cinta Tanah Air
dan Bangsa.
4.
Bangga sebagai
Bangsa Indonesia dan ber-Tanah Air Indonesia.
5.
Memajukan
pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.
D. SILA KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT
KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN / PERWAKILAN
1.
Mengutamakan
kepentingan negara dan masyarakat.
2.
Tidak memaksakan
kehendak kepada orang lain.
3.
Mengutamakan
musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
4.
Musyawarah untuk
mencapai mufakat diliputi semangat kekeluargaan.
5.
Dengan itikad baik
dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil musyawarah.
6.
Musyawarah
dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
7.
Keputusan yang
diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha
Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran
dan keadilan.
E. SILA KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA
1.
Mengembangkan
perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan
dan gotong-royong.
2.
Bersikap adil.
3.
Menjaga
keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4.
Menghormati
hak-hak orang lain.
5.
Suka memberi
pertolongan kepada orang lain.
6.
Menjauhi sikap
pemerasan terhadap orang lain.
7.
Tidak bersifat
boros.
8.
Tidak bergaya
hidup mewah.
9.
Tidak melakukan
perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
10. Suka bekerja
keras.
11. Menghargai hasil
karya orang lain.
12. Bersama-sama
berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
Ketetapan ini kemudian dicabut dengan Tap MPR no.
I/MPR/2003 dengan 45 butir Pancasila. Tidak pernah dipublikasikan kajian
mengenai apakah butir-butir ini benar-benar diamalkan dalam keseharian warga
Indonesia.
Sila pertama
Bintang.
1.
Bangsa Indonesia
menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2.
Manusia Indonesia
percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
3.
Mengembangkan
sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut
kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
4.
Membina kerukunan
hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa.
5.
Agama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut
hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6.
Mengembangkan
sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing.
7.
Tidak memaksakan
suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
Sila kedua
Rantai.
1.
Mengakui dan
memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa.
2.
Mengakui persamaan
derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa
membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan
sosial, warna kulit dan sebagainya.
3.
Mengembangkan
sikap saling mencintai sesama manusia.
4.
Mengembangkan sikap
saling tenggang rasa dan tepa selira.
5.
Mengembangkan
sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
6.
Menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan.
7.
Gemar melakukan
kegiatan kemanusiaan.
8.
Berani membela
kebenaran dan keadilan.
9.
Bangsa Indonesia
merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
10.
Mengembangkan
sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
Sila ketiga
Pohon Beringin.
1.
Mampu menempatkan
persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara
sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
2.
Sanggup dan rela
berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
3.
Mengembangkan rasa
cinta kepada tanah air dan bangsa.
4.
Mengembangkan rasa
kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
5.
Memelihara
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial.
6.
Mengembangkan
persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
7.
Memajukan
pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Sila keempat
Kepala Banteng
1.
Sebagai warga
negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak,
dan kewajiban yang sama.
2.
Tidak boleh
memaksakan kehendak kepada orang lain.
3.
Mengutamakan
musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
4.
Musyawarah untuk
mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
5.
Menghormati dan
menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
6.
Dengan iktikad
baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan
musyawarah.
7.
Di dalam
musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan
golongan.
8.
Musyawarah
dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
9.
Keputusan yang
diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha
Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan
keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
10.
Memberikan
kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan
pemusyawaratan.
Sila kelima
Padi Dan Kapas.
1.
Mengembangkan
perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan
kegotongroyongan.
2.
Mengembangkan
sikap adil terhadap sesama.
3.
Menjaga
keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4.
Menghormati hak
orang lain.
5.
Suka memberi
pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
6.
Tidak menggunakan
hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
7.
Tidak menggunakan
hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
8.
Tidak menggunakan
hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
9.
Suka bekerja
keras.
10.
Suka menghargai
hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
11.
Suka melakukan
kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
UUD 1945
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, atau disingkat UUD 1945 atau UUD '45,
adalah hukum dasar
tertulis (basic law), konstitusi pemerintahan negara Republik Indonesia
saat ini. [1]
UUD 1945 disahkan sebagai undang-undang dasar
negara oleh PPKI
pada tanggal 18
Agustus 1945. Sejak tanggal 27
Desember 1949, di Indonesia berlaku Konstitusi
RIS, dan sejak tanggal 17
Agustus 1950 di Indonesia berlaku UUDS
1950. Dekrit Presiden
5 Juli
1959 kembali memberlakukan UUD 1945, dengan dikukuhkan
secara aklamasi oleh DPR
pada tanggal 22 Juli
1959.
Pada kurun waktu tahun 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen),
yang mengubah susunan lembaga-lembaga dalam sistem ketatanegaraan Republik
Indonesia
Naskah
Undang-Undang Dasar 1945
Sebelum dilakukan Perubahan, UUD 1945 terdiri atas
Pembukaan, Batang Tubuh (16 bab, 37 pasal, 65 ayat (16 ayat berasal dari 16
pasal yang hanya terdiri dari 1 ayat dan 49 ayat berasal dari 21 pasal yang
terdiri dari 2 ayat atau lebih), 4 pasal Aturan Peralihan, dan 2 ayat Aturan
Tambahan), serta Penjelasan.
Setelah dilakukan 4 kali perubahan, UUD 1945
memiliki 20 bab, 37 pasal, 194 ayat, 3 pasal Aturan Peralihan, dan 2 pasal
Aturan Tambahan.
Dalam Risalah Sidang Tahunan MPR Tahun 2002,
diterbitkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam
Satu Naskah, Sebagai Naskah Perbantuan dan Kompilasi Tanpa Ada Opini.
Sejarah
Sejarah Awal
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI) yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945 adalah badan yang
menyusun rancangan UUD 1945. Pada masa sidang pertama yang berlangsung dari
tanggal 28 Mei hingga 1 Juni 1945, Ir. Soekarno menyampaikan gagasan tentang "Dasar
Negara" yang diberi nama Pancasila. Pada tanggal 22
Juni 1945, 38 anggota BPUPKI membentuk Panitia Sembilan yang
terdiri dari 9 orang untuk merancang Piagam
Jakarta yang akan menjadi naskah
Pembukaan UUD 1945. Setelah dihilangkannya anak kalimat "dengan kewajiban
menjalankan syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya" maka naskah Piagam
Jakarta menjadi naskah Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus
1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pengesahan UUD 1945
dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada
tanggal 29 Agustus 1945. Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia disusun pada masa
Sidang Kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI). Nama Badan
ini tanpa kata "Indonesia" karena hanya diperuntukkan untuk tanah
Jawa saja. Di Sumatera ada BPUPKI untuk Sumatera. Masa Sidang Kedua tanggal 10-17
Juli 1945. Tanggal 18
Agustus 1945, PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia.
Periode berlakunya
UUD 1945 (18 Agustus 1945 - 27 Desember 1949)
Dalam kurun waktu 1945-1950, UUD 1945 tidak dapat
dilaksanakan sepenuhnya karena Indonesia sedang disibukkan dengan perjuangan
mempertahankan kemerdekaan. Maklumat Wakil Presiden Nomor X pada tanggal 16
Oktober 1945 memutuskan bahwa KNIP diserahi kekuasaan legislatif, karena MPR dan DPR
belum terbentuk. Tanggal 14
November 1945 dibentuk Kabinet Semi-Presidensiel
("Semi-Parlementer") yang pertama, sehingga peristiwa ini merupakan
perubahan sistem pemerintahan agar dianggap lebih demokratis.
Periode berlakunya
Konstitusi RIS 1949 (27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950)
Pada masa ini sistem pemerintahan indonesia adalah
parlementer.
bentuk pemerintahan dan bentuk negaranya federasi
yaitu negara yang didalamnya terdiri dari negara-negara bagian yang masing
masing negara bagian memiliki kedaulatan sendiri untuk mengurus urusan dalam
negerinya.
Periode UUDS 1950
(17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959)
Pada periode UUDS 50 ini diberlakukan sistem
Demokrasi Parlementer yang sering disebut Demokrasi Liberal. Pada periode ini
pula kabinet selalu silih berganti, akibatnya pembangunan tidak berjalan
lancar, masing-masing partai lebih memperhatikan kepentingan partai atau
golongannya. Setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal
yang dialami rakyat Indonesia selama hampir 9 tahun, maka rakyat Indonesia
sadar bahwa UUDS 1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak cocok, karena tidak
sesuai dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945. Akhirnya Presiden menganggap bahwa
keadaan ketatanegaraan Indonesia membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa dan
negara serta merintangi pembangunan semesta berencana untuk mencapai masyarakat
adil dan makmur; sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 mengumumkan dekrit mengenai
pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak berlakunya
UUDS 1950
Periode kembalinya
ke UUD 1945 (5 Juli 1959 - 1966)
Perangko "Kembali ke UUD 1945" dengan
nominal 50 sen
Karena situasi politik pada Sidang Konstituante
1959 dimana banyak saling tarik ulur kepentingan partai politik sehingga gagal
menghasilkan UUD baru, maka pada tanggal 5
Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah satu
isinya memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar, menggantikan
Undang-Undang
Dasar Sementara 1950 yang berlaku pada
waktu itu.
Pada masa ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD
1945, di antaranya:
- Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA menjadi Menteri Negara
- MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup
- Pemberontakan Partai Komunis Indonesia melalui Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia
Periode UUD 1945
masa orde baru (11 Maret 1966 - 21 Mei 1998)
Pada masa Orde
Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan
menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen.
Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi
konstitusi yang sangat "sakral", di antara melalui sejumlah
peraturan:
- Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya
- Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum.
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan TAP MPR Nomor IV/MPR/1983.
Periode 21 Mei 1998
- 19 Oktober 1999
Pada masa ini dikenal masa transisi. Yaitu masa
sejak Presiden Soeharto digantikan oleh B.J.Habibie sampai dengan lepasnya
Provinsi Timor Timur dari NKRI.
Periode Perubahan
UUD 1945
Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah
dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan
perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi
di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat),
kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu
"luwes" (sehingga dapat menimbulkan multitafsir), serta kenyataan
rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup
didukung ketentuan konstitusi.
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah
menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM,
pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta
hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa.
Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan di antaranya tidak mengubah Pembukaan UUD
1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau
selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),
serta mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.
Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4
kali perubahan (amandemen) yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan
MPR:
- Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 → Perubahan Pertama UUD 1945
- Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 → Perubahan Kedua UUD 1945
- Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 → Perubahan Ketiga UUD 1945
- Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 → Perubahan Keempat UUD 1945
PENUTUP
·
KESIMPULAN
·
Sebagai
masyarakat bangsa Indonesia yang telah mempelajari dan memahami Wawasan
Nusantara kita seharusnya mengubah cara pandang dan sikap Bangsa Indonesia
mengenai diri dan bentuk geografinya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 .
Dimana dalam mengimplementasikannya kita harus mengutamakan persatuan dan
kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan
masyarakat, berbangsa dan bernegara, untuk mencapai tujuan nasional . Dengan
begitu NKRI(Negara Kesatuan Republik Indonesia) tetap kokoh tidak ada satu pun
wilayah Indonesia yang memisahkan diri dan merdeka menjadi Negara lain seperti
hilangnya Negara Timor Leste yang dulunya masih wilayah Indonesia sekarang
memisahkan diri dan merdeka .
Daftar pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar